DUTANARASI.COM- Senin, 7 Oktober 2024 menandai satu tahun Israel memulai genosida terhadap warga Palestina di Gaza.
Serangan Israel ke Gaza dimulai pada 7 Oktober 2023, sebagai tanggapan atas serangan pejuang bersenjata dari Brigade Al Qassam, sayap bersenjata Hamas dan kelompok-kelompok Palestina lainnya.
Setidaknya, ada 1.140 orang tewas dalam serangan tersebut dan sekitar 240 orang dibawa ke Gaza sebagai tawanan, dilansir dari Aljazeera, Selasa (8/10/2024).
Sebagai tanggapan atas serangan Hamas, Israel memulai kampanye pengeboman yang kejam dan memperketat pengepungan yang sudah berlangsung sejak 2007 di Gaza.
Pesawat tempur Israel mulai melancarkan serangan udara di dalam jalur sempit wilayah Palestina yang juga berbatasan dengan Mesir dan Laut Mediterania.
Pada akhir bulan, pasukan Israel telah melancarkan invasi darat skala penuh ke Gaza.
Sementara itu, krisis kemanusiaan telah terjadi di Gaza, termasuk runtuhnya sistem perawatan kesehatan, air bersih, dan obat-obatan. Kelaparan pun dikatakan telah menyebar ke seluruh Gaza.
Jumlah korban dalam serangan Israel-Hamas
Menurut data per 3 Oktober 2024, lebih dari 1.200 orang telah terbunuh dan 8.700 orang mengalami luka-luka akibat serangan Hamas ke Israel.
Jumlah ini termasuk sekitar 800 warga sipil, 346 tentara Pasukan Pertahanan Israel (IDF), dan 66 polisi, menurut Kementerian Luar Negeri Israel, dikutip dari ABC News, Senin.
Sementara di Gaza, 41.788 orang telah terbunuh dan lebih dari 96.700 orang terluka hingga 3 Oktober 2024, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola Hamas.
Sedikitnya 16.756 anak-anak telah terbunuh dalam serangan Israel, jumlah tertinggi yang tercatat dalam satu tahun konflik selama dua dekade terakhir.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hampir seperempat dari korban luka-luka, sekitar 22.500 orang mengalami cedera yang mengubah hidup mereka dan tidak mendapatkan perawatan yang memadai.
Menurut UNRWA, setiap hari 10 anak kehilangan salah satu atau kedua kakinya, dengan operasi dan amputasi yang dilakukan dengan sedikit atau tanpa anestesi karena pengepungan Israel yang terus berlanjut.
Selain korban tewas dan luka-luka, lebih dari 10.000 orang dikhawatirkan terkubur di bawah reruntuhan.
Dengan sedikitnya alat untuk menyingkirkan reruntuhan dan menyelamatkan mereka yang terjebak di bawah beton, para sukarelawan dan petugas pertahanan sipil mengandalkan tangan kosong.
Diperkirakan 75.000 ton bahan peledak telah dijatuhkan di Gaza dan para ahli memperkirakan butuh waktu bertahun-tahun untuk membersihkan puing-puing yang berjumlah lebih dari 42 juta ton, yang juga penuh dengan bom-bom yang belum meledak.
Runtuhnya sistem perawatan kesehatan
Sebelum perang Israel-Hamas meledak, setidaknya ada 36 rumah sakit yang berfungsi di Gaza, menurut WHO. Pada 30 Agustus, 19 rumah sakit telah berhenti berfungsi dan 17 sisanya hanya berfungsi sebagian. Bahkan, tidak ada rumah sakit yang berfungsi penuh.
Badan-badan bantuan mengatakan, staf medis di Gaza telah ditahan dan diserang. Hal ini menyebabkan warga sipil kehilangan akses ke perawatan medis yang menyelamatkan jiwa.
Serangan Israel terhadap rumah sakit dan pemboman yang terus-menerus di Gaza telah menewaskan sedikitnya 986 pekerja medis, termasuk 165 dokter, 260 perawat, 184 tenaga kesehatan, 76 apoteker, dan 300 staf manajemen dan staf pendukung.
Di antara para pekerja di garis depan, sedikitnya 85 pekerja pertahanan sipil telah terbunuh. “Tim kami terpaksa melakukan operasi tanpa anestesi, menyaksikan anak-anak meninggal di lantai rumah sakit karena kurangnya sumber daya, dan bahkan merawat rekan kerja dan anggota keluarga mereka sendiri,” kata Dr. Amber Alayyan, seorang manajer program medis untuk Médecins sans Frontieres.
“Sementara itu, sistem pelayanan kesehatan di Gaza telah dibongkar secara sistematis oleh pasukan Israel,” tambahnya.
Dalam satu tahun terakhir, tiga perempat dari 2,3 juta penduduk Gaza telah terinfeksi penyakit menular karena kurangnya sanitasi, pembuangan limbah terbuka, dan akses yang tidak memadai terhadap kebersihan.
Penolakan Israel terhadap pasokan medis telah membahayakan nyawa setidaknya 350.000 pasien sakit kronis yang membutuhkan perawatan segera.
Setidaknya 10.000 pasien kanker tidak dapat lagi menerima perawatan yang diperlukan, sementara sekitar 15.000 orang yang terluka atau sakit kronis harus melakukan perjalanan ke luar Gaza untuk mendapatkan perawatan.
Sumber: Kompascom