DUTANARASI.COM – Kampanye gandeng antar peserta Pilkada Serentak 2024 berbeda tingkatan dipastikan Bawaslu Kaltim menyalahi aturan. Tindakan tegas diperlukan untuk memastikan ajang pencarian pemimpin itu tak dihiasi cara-cara tak patut.
Selain menelusuri berbagai aktivitas kampanye gandeng yang terjadi di lapangan, Bawaslu Kaltim juga memberikan surat “teguran” bagi pejabat negara yang memanfaatkan statusnya untuk turut serta melanggengkan praktik kampanye seperti itu.
“Khususnya anggota dewan, banyak dijumpai reklame yang memuat foto paslon di pilgub dan pilkada kabupaten/kota di kaltim yang menyertakan foto mereka dengan status jabatannya,” ungkap Ketua Bawaslu Kaltim Hari Darmanto saat dijumpai media di kantornya, Jumat Siang, 11 Oktober 2024.
UU Pilkada 10/2016 yang menjadi payung hukum penyelenggaraan, khususnya Pasal 71 beleid tersebut, melarang pejabat negara atau daerah mengkampanyekan para peserta pemilu di Pilkada Serentak 2024, baik tingkat provinsi atau kabupaten/kota.
Kata Hari, UU Pilkada sudah merincikan siapa saja pihak yang boleh berkampanye di masa kampanye sepanjang 25 September-23 November 2024.
Mereka, paslon itu sendiri, tim pemenangan atau tim kampanye, partai atau gabungan partai pengusung, hingga relawan. Empat kategori ini pun harus didaftarkan secara resmi ke KPU.
Surat teguran menjadi langkah pengawasan yang bisa ditempuh para pengawas untuk mematuhi aturan main yang ada.
Hal itu merupakan kesepakatan bersama yang diambil selepas Bawaslu provinsi dan Bawaslu kabupaten/kota bersama instrumen terkait menggelar rapat koordinasi pengawasan pemilu pada 7 Oktober lalu di Balikpapan.
“Bawaslu sesuai tingkatannya akan bersurat ke masing-masing DPRD di daerah untuk mengingatkan hal itu,” jelasnya.
Teguran yang diberikan pun hanya meminta untuk tidak memanfaatkan statusnya selaku anggota legislatif dan mencopot reklame yang sudah terpajang di ruas-ruas jalan utama seantero Kaltim.
Cerita berbeda ketika baliho renteng yang memuat wajah pasangan calon (paslon) di pemilihan gubernur dan paslon di pilkada kabupaten/kota dipasang oleh pengurus partai atau tokoh masyarakat.
Meski mereka berstatus pejabat daerah, dalam hal ini anggota dewan.
Alasannya, sambung Hari, selama tak mencantumkan status jabatannya tak dikategorikan melanggar Pasal 71 UU Pilkada.
“Tidak memanfaatkan jabatan daerah yang melekat,” katanya mengakhiri. (*)