
DPMD Kukar saat menggelar rapat koordinasi kunjungan kerja (Ist)
DUTANARASI.COM – Upaya Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dalam menghidupkan Pos Pelayanan Teknologi Tepat Guna (Posyantek) masih dihadapkan pada tantangan mendasar: minimnya jumlah inovator di tingkat desa dan kelurahan.
Kepala Bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Pengembangan Ekonomi Masyarakat DPMD Kukar, Asmir Riyandi Elvandar, mengatakan bahwa meskipun keberadaan Posyantek sudah cukup luas menjangkau wilayah Kukar, namun dari 193 desa dan kelurahan, hanya sekitar 58 Posyantek yang benar-benar terbentuk dan aktif secara struktural.
“Kalau tidak ada inovatornya, ya tetap tidak bergerak. Itu tantangan terbesarnya untuk kita,” ujarnya saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa (29/4/2025).
Menurut Asmir, keberhasilan Posyantek sangat bergantung pada kehadiran individu atau kelompok yang memiliki semangat berinovasi, tanpa sosok penggerak yang mampu mengidentifikasi masalah dan menciptakan solusi teknologi yang relevan, lembaga ini sulit berkembang meski telah memiliki perangkat dan fasilitas.
“Peralatannya sudah cukup, bahkan ada yang bermerek dan berstandar tinggi. Tapi teknologi tidak akan hidup tanpa manusia yang menggerakkannya,” imbuhnya.
Di sisi lain, Kepala DPMD Kukar, Arianto, menyoroti fenomena lain yang turut memengaruhi rendahnya daya cipta masyarakat: budaya ketergantungan terhadap bantuan pemerintah.
Ia mengungkapkan bahwa masyarakat Kukar, khususnya petani dan pelaku UMKM, selama ini sangat terbantu dengan anggaran besar yang digelontorkan daerah.
“Karena masyarakat di Kukar termanjakan dengan anggaran yang besar, banyak kegiatan masyarakat sudah dibantu pemerintah, seperti petani yang mendapat traktor, eksa mini, hingga mesin panen,” jelas Arianto.
Kondisi ini dinilai menurunkan dorongan warga untuk menciptakan atau mengembangkan teknologi secara mandiri, sehingga aktivitas Posyantek lebih sering stagnan.
Sebagai upaya solusi, DPMD Kukar saat ini tengah membangun kolaborasi dengan berbagai pihak, mulai dari Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), hingga perguruan tinggi dan komunitas pegiat teknologi.
Salah satu rencana strategis yang sedang dikembangkan adalah menyelenggarakan Temu Inovator secara berkala, yang bertujuan untuk mempertemukan para pemikir lokal dengan institusi pembina. Forum ini diharapkan bisa menjadi ruang tukar ide dan pemicu tumbuhnya inovasi berbasis kebutuhan nyata di desa.
“Kami ingin agar inovasi benar-benar tumbuh dari bawah, menjawab persoalan sehari-hari masyarakat desa,” tutup Asmir. (adv/Iam)